Muzakki Zakat dan Hukum Zakat Mal bagi Anak Kecil dan Orang Gila (1860102231015)
Zakat
merupakan salah satu rukun Islam yang mempunyai kedudukan sangat penting dalam
hubungan manusia dengan Allah. Manusia dengan sesama, dan manusia dengan
dirinya sendiri. Dalam pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa zakat memiliki
kedudukan yang penting bagi muzakki. Kepatuhan membayar zakat dinyatakan
sebagai kualitas seorang Muslim yang benar-benar beriman, hal ini sesuai dalam firman
Allah Q.S.At-Taubah : 18
اِنَّمَا
يَعْمُرُ مَسٰجِدَ اللّٰهِ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَاَقَامَ
الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ وَلَمْ يَخْشَ اِلَّا اللّٰهَۗ فَعَسٰٓى
اُولٰۤىِٕكَ اَنْ يَّكُوْنُوْا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ
“Sesungguhnya yang (pantas) memakmurkan masjid-masjid Allah
hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, mendirikan salat,
menunaikan zakat, serta tidak takut (kepada siapa pun) selain Allah. Mereka
itulah yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”
Muzakki sendiri adalah sebutan bagi
orang yang mengeluarkan zakat karena harta pribadinya telah mencapai nisab.
Menurut UU No. 38 tahun 1999 tentang pengolahan zakat pasal 1, Muzakki adalah
orang atau badan yang dimiliki oleh seorang Muslim yang berkewajiban menunaikan
zakat. Berikut syarat-syarat bagi muzakki :
1. Merdeka.
Umar bin Khattab menegaskan : “harta
seorang hamba sahaya tidak dikenakan zakat, sehingga ia merdeka”
2. Islam.
Ketentuan ini telah menjadi ijma’ dikalangan kaum muslimin, karena ibadah zakat
merupakan upaya pembersihan jiwa bagi seorang Muslim.
3. Milik
Penuh. Maksudnya harta tersebut berada dalam kekuasaannya dan dapat
diapasajakan oleh orang tersebut tanpa sangkut paut orang lain.
4. Harta
tersebut telah mencapai nishabnya
5. Harta
tersebut berkembang. Maksudnya berkembang secara alamiah atau berkembang karena
usaha manusia tersebut.
Lalu apakah anak kecil
dan orang gila wajib membayar zakat mal?
Zakat
mal sendiri adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh umat Islam yang telah
mencapai nisab (syarat minimum harta yang dapat dikategorikan sebagai wajib
zakat) dan haul (masa kepemilikan harta sudah berlalu selama 12 bulan
Qamariyah/tahun Hijriyah). Yusuf al-Qardhawi menyimpulkan diantara beberapa
pendapat ulama tentang zakat terhadap kekayaan anak yang belum baligh dan orang
gila adalah hukumnya wajib zakat. Mengapa demikian? Karena zakat adalah kewajiban
yang disangkut pautklan dengan harta kekayaan.
Dalam
konteks diatas yang di maksud diminta untuk mengeluarkan zakat adalah wali
anak-anak dan orang gila tersebut. Menurut Mazhab Hanafi adalah menyerahkan
persoalan tersebut ke pengadilan agama agar tidak timbul berbagai perdebatan
pendapat tentang keputusannya dan wali tersebut tidak terancam dituntut untuk
mengganti di lain hari. Selain itu dijelaskan oleh Wahbah Zuhaili bahwa
mayoritas ulama berpendapat bahwa baligh dan berakal tidak diisyaratkan. Wali
keduanya mengeluarkan zakat dari harta keduanya karena hadis yang memiliki arti
“Barang siapa mengusai (menjadi wali)
anak yatim yang mempunyai harta, maka hendaklah dia memperdagangkan untuk anak
tersebut dan tidak membiarkannya sehingga dimakan oleh sedekah” (HR.
Tirmizi dan Daruquthni).
Imam Syafi'i dalam kitabnya Al-Umm mewajibkn zakat mal atas anak kecil dan orang gila, seperti wajibnya mereka mendapatkan harta yang lazim. Dengan memperhatikan kewajiban berzakat dan melihat betapa besarnya ancaman bagi orang yang tidak mau membayar zakat, maka sebaiknya anak kecil dan orang gila wajib untuk mengeluarkan zakat mal (harta), dalam hal ini yang membayarkan adalah walinya.
Selain kesimpulan dari Yusuf al-Qardhawi dan beberapa ulama diatas, Jumhur ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan orang yang sesudah mereka berpendapat bahwa harta anak-anak dan orang gila wajib dikeluarkan zakatnya. Alasannya adalah :
1. Nash. Ayat dan hadis zakat bersifat umum, yang mencakup pada semua harta orang kaya, tak terkecuali orang gila dan anak-anak.
2. Hadis riwayat Syafi’i dari Yusuf bin Mahak bahwa Rasululullah bersabda: “Terimalah/Ambillah oleh kalian zakat dari harta seorang anak yatim (yang kaya), atau harta kekayaan anak-anak yatim yang tidak mengakibatkan harta itu habis.”
3. Selain itu mereka beralasan dengan tindakan para sahabat, seperti Umar, Ali, Abdullah bin Umar, Aisyah dan Jabir bin Abdullah yang mewajibkan zakat atas kekayaan anak-anak.
4. Kemudian mereka juga melihat dari sisi arti dari diwajibkannya zakat, yang menurut mereka adalah untuk membantu orang yang membutuhkan di samping untuk mensyukuri nikmat Allah. Karena itu anak-anak dan orang gila, bila memang kaya tidak terlepas dari kewajiban zakat.
Komentar
Posting Komentar